Luka Lama yang Seharusnya Nggak Lama-Lama
by
Ananda Rasullia
- 11/29/2017 08:38:00 am
assalamualaikum!
Astaga dragon, apaan sih Nda judulnya?
:")
Gue tiba-tiba ingin menuliskan sesuatu mengenai luka lama yang kembali terasa cekat-cekit dan membuatku bernostalgi(l)a lagi karena ada sulutan-sulutan kecil dalam percakapan gue bersama si ayang malam ini.
Luka gue ini sebenernya udah kering, udah jadi koreng (HAHA) cuma kecoel lagi karena adanya trigger dari lingkungan sekitar :")
Tapi memang, sulit rasanya menyembuhkan luka terutama luka di hati, apalagi kalo belum benar-benar mengikhlaskan, itu... AH ACAK-ACAK KASUR JUGA NEH. Ya kurang lebih begitulah.
Luka-luka kami sebenernya sederhana, penyebabnya juga sama, cuma bedanya adalah, luka gue terjadi udah lama, udah mengendap banget karena udah bertahun-tahun yang lalu HAHA, sementara si ayang lukanya masih lumayan fresh karena kejadiannya juga baru.
Wajar kalo lukanya masih baru trus masih suka tersinggung atau kesenggol tiap ada yang ngebahas, LAH KALO GUE? Kan kezel.
Padahal ya, menyimpan luka lama kayak gini faedahnya nggak ada, sisi positifnya nggak ada, manfaatnya juga nggak ada, terus dipikir-pikir, kenapa gue masih aja menyimpan luka lama yang seharusnya sekarang sudah hilang tanpa bekas?
Iya, aku tau menyimpan dendam itu terlarang seperti cinta Dara the Virgin dengan model di video klipnya, but I did not do this on purpose, aku juga gak mau keles menyimpan luka di hati, mendingan nyimpen donat di kulkas, jelas ada manfaatnya dikala perut tengah berteriak kelaparan.
This actually happened like, probably around 4-5 years ago.
Waktu itu hatiku masih baru banget tergores, jadi lukanya masih super fresh layaknya roti yang baru dipanggang dan keluar dari oven.
Gue menderita gloomy-day-attack (mohon diperhatikan bahwa istilah ini 100% ngarang) dimana mood gue langsung drop tiap ada sesuatu-sesuatu yang berhubungan dengan penyebab luka gue. Lebay banget khand? Enggak juga sih, semua orang pasti mengalami hahaha kok aku gak konsisten gini.
After a couple of years, gue berusaha buat let it go serta "yaudah siiiihhh" dan ternyata lumayan ngefek. Apalagi kalo gue mendengar quotes "Tuhan ngasih apa yang kamu butuh", makanya, siapa tau memang yang saat itu gue punya dan gue dapat adalah yang literally, totally the best for me dan belum tentu gue bahagia jika gue berada di lingkungan "yang gue mau".
Gue kira udah sembuh total karena gue selalu meyakini diri sendiri bahwa "this is literally what is best for me".
Tapi ternyata, even setelah bertahun-tahun dan keungkit kembali, masih ada slightly rasa-rasa kesal dan penyesalan yang muncul.
Setelah gue berpikir dan menganalisa dari pikiran-pikiran gue beserta keluhan-keluhan si ayang akan luka yang muncul di hatinya,
kami berdua sama-sama kecewa dan terluka karena diri sendiri.
Kami punya ekspektasi tinggi akan sesuatu yang keliatannya udah pasti, padahal ada kekuatan yang lebih besar sebagai pengambil keputusan.
Kasarnya, dalam kasus kami masing-masing, gue dan si ayang udah gede rasa alias GR duluan kalo kami akan mendapatkan apa yang kami mau; we both worked so hard for it, jadi kenapa nggak bisa? Optimis sebelum berperang memang, tapi optimisnya kegedean sampe ga memikirkan dan siap-siap dengan kemungkinan lain.
Jadi gitu.
:)
Nah,
agar hal ini tidak terulang lagi dalam kehidupan, karena kasian juga hatinya digores-gores mulu, itu hati apa gelas ale-ale yang digores koin kemudian ada hadiahnya? (DIGOSOK KALI AH), marilah kita bersama-sama tetap bekerja keras untuk mencapai apa-apa yang menjadi goals tetapi jangan lupa juga buat ikhlas dan siapin plan B-Z.
Ingatlah selalu quotes yang tak lekang oleh waktu di bawah ini, anak muda,
"Do your best and let God do the rest"
YOIH.
Saya Nanda, salam untuk orangtuamu, semoga bisa menjadi mertuaku
(EEEH GIMANE)
P.s. Maafkan penulisanku yang campur-campur karena saya memang suka yang dicampur; es campur misalnya, gado-gado misalnya, bubur ayam diaduk misalnya.